Stunting atau Tubuh Pendek adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama pada 1000 hari pertama kehidupan. Anak stunting tinggi badannya dibawah standar atau tidak sesuai dengan usianya. Standar yang dimaksud adalah kurva pertumbuhan yang dibuat oleh WHO. Anak stunting cenderung lebih kerdil dibandingkan anak seusianya. (Kemenkes RI, 2019)

Sebagai contoh: seorang anak dikatakan stunting jika tingginya menurut kurva pertumbuhan WHO adalah minus dua di bawah garis hijau, yaitu garis yang menggambarkan rata-rata tinggi anak di usia tersebut. Contohnya, anak perempuan usia 1 tahun idealnya memiliki tinggi 74 cm menurut kurva. Jika seorang anak tingginya hanya sekitar 69 cm di usia setahun, maka titik plot usia dan tinggi badannya menyentuh garis merah (-2 di bawah standar). Artinya, anak ini mengalami stunting. 

 

 

Menurut Permenkes No. 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak, berikut merupakan perbedaan diantara stuntingwasting dan underweight:

  1. Stunting (pendek menurut umur) diukur melalui indeks tinggi/panjang badan menurut umur (TB/U atau PB/U). Status ini menunjukkan indikasi masalah gizi kronis akibat kekurangan gizi maupun infeksi dalam jangka waktu yang lama.
  2. Wasting (kurus menurut tinggi badan) diukur melalui indeks berat badan menurut tinggi/panjang badan (BB/TB atau BB/PB). Status ini menunjukkan indikasi masalah gizi akut yang sensitif terhadap perubahan secara cepat seperti wabah penyakit maupun kelaparan.
  3. Underweight (berat badan kurang menurut umur) diukur melalui indeks berat badan menurut umur (BB/U). Status ini menunjukkan indikasi masalah gizi secara umum. Pengukuran di posyandu setiap bulan biasanya menggunakan indeks ini.

 

Anak stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah. Tingginya prevalensi stunting dalam jangka panjang akan berdampak pada kerugian ekonomi bagi Indonesia. Stunting yang telah terjadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan, kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental.

Berdasarkan hasil SSGI (Study Status Gizi Indonesia) tahun 2021 angka stunting secara nasional mengalami penurunan sebesar 1,6 persen per tahun dari 27.7 persen tahun 2019 menjadi 24,4 persen tahun 2021. Namun, angka tersebut masih di atas batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu 20 persen. Hampir sebagian besar dari 34 provinsi menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2019 dan hanya 5 provinsi yang menunjukkan kenaikan. Saat ini, Prevalensi stunting di Indonesia lebih baik dibandingkan Myanmar (35%), tetapi masih lebih tinggi dari Vietnam (23%), Malaysia (17%), Thailand (16%) dan Singapura (4%).

Ciri-ciri anak stunting adalah :

  • pertumbuhan melambat
  • wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
  • pertumbuhan gigi terlambat
  • performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya
  • usia 8-10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
  • perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama pada anak perempuan)
  • anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi

Balita stunting di masa yang akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif (daya pikir) yang optimal.

Anak stunting walaupun dengan kecerdasan yang saat ini baik, sebenarnya dengan kondisi tidak stunting akan lebih cerdas lagi. Kondisi saat ini belum optimal bagi perkembangan anak karena adanya gangguan pertumbuhan.

Stunting dan permasalahan kekurangan gizi lain yang terjadi pada balita erat kaitannya dengan kemiskinan. Stunting umumnya terjadi akibat balita kekurangan asupan penting seperti protein hewani dan nabati dan juga zat besi. Pada daerah-daerah dengan kemiskinan tinggi, seringkali ditemukan balita kekurangan gizi akibat ketidakmampuan orang tua memenuhi kebutuhan primer rumah tangga.

Penyebab dari stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yakni sejak janin hingga bayi umur dua tahun. Selain itu, buruknya fasilitas sanitasi, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan juga menjadi penyebab stunting. Kondisi kebersihan yang kurang terjaga membuat tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi.

Bisa kita simpulkan bahwa penyebab stunting adalah :

  • Kondisi kesehatan dan gizi ibu sebelum dan saat kehamilan serta setelah terjadi persalinan.
  • Postur tubuh ibu pendek,
  • Jarak kehamilan yang terlalu dekat
  • Ibu masih remaja
  • Asupan nutrisi yang kurang pada saat kehamilan
  • Tidak terlaksananya inisiasi menyusui dini (IMD)
  • Gagalnya pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif dan proses penyapihan dini
  • Kurangnya kuantitas, kualitas dan keamanan makanan pendamping ASI
  • Penyakit infeksi yang diderita bayi

Stunting dapat dicegah, antara lain melalui pemenuhan kebutuhan gizi bagi ibu hamil, pemberian ASI eksklusif selama enam bulan kemudian dilanjutkan dengan MPASI. Orang tua juga diharapkan membawa balitanya secara rutin ke Posyandu, memenuhi kebutuhan air bersih, meningkatkan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

Berikut hal-hal yang bisa kita lakukan untuk mencegah terjadinya stunting :

  • Pemenuhan kebutuhan zat gizi pada ibu hamil, ibu hamil makan lebih banyak dari biasanya, banyak makan buah dan sayur dilengkapi lauk pauk
  • Ibu hamil mengonsumsi tablet tambah darah selama kehamilan dan dilanjutkan sampai dengan masa nifas
  • Atasi kekurangan Iodium dengan menggunakan garam beryodium
  • ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberikan makanan pendamping ASi (MP-ASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya
  • Memantau pertumbuhan balita
  • Menanggulangi cacingan
  • Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi serta menjaga kebersihan lingkungan

 

Untuk mencegah stunting, tidak bisa hanya dengan makanan, minuman, atau suplemen tertentu. Orang tua harus melakukan asah, asih, asuh. Apa maksudnya? Asah adalah stimulasi perkembangan mental dan psikososial anak (agar anak cerdas, kreatif, bermoral), asih adalah memenuhi kebutuhan emosi dan kasih sayang, sementara asuh adalah mencukupi kebutuhan gizi seimbang, perawatan kesehatan dasar, sandan dan papan yang layak. Jadi, rutin mengukur tinggi dan berat badan anak sangatlah penting, khususnya di 2 tahun pertama usianya. Tujuannya agar jika status gizi anak kurang baik, penanganan bisa dilakukan. 

Gizi seimbang adalah susunan makanan sehari-hari yang mengandung zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh yaitu jenis kelamin, umur dan status kesehatan. Makann bergizi seimbang adalah makanan yang mengandung sumber zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. Makanan sumber tenaga contohnya adalah nasi, kentang, jagung, mie, roti, ubi dan lain sebagainya. Makanan sumber zat pengatur contohnya lauk pauk baik hewani seperti telur, ikan, daging, ayam dan susu serta lauk nabati seperti tahu, tempe dan kacang-kacangan. Sedangkan makanan sumber zat pengatur adalah sayuran dan buah seperti bayam, kankung, wortel, tomat, pisang, apel, jeruk, pepaya dan lain sebagainya.

Oleh karena dalam menyusun menu harus terdiri dari makanan sumber tenaga, pembangun dan pengatur. Sebaiknya menu bervariasi sehingga tidak bosan. Sebagai penutup, berikut akan saya berikan beberapa tips memberikan makanan pada anak

  1. Biasakan makan teratur 3x sehari yakni makan pagi, siang dan sore. Berikan makanan selingan yang bergizi diantara waktu makan
  2. Berikan makanan dalam suasana yang menyenangkan dan hindari cara memaksa anak untuk makan bila terlalu lelah setelah bermain. Beri kesempatan beristirahat kurang lebih 1/2 jam
  3. Sajikan makanan dalam bentuk yang menarik perhatian anak
  4. Variasikan menu anak untuk menghindari kebosakanan dan melengkapi zat gizi
  5. Makanan hendaknya tidak terlalu merangang (misal pedas, asam, asin, manis) serta pilih yang bernilai gizi tinggi
  6. Sebaiknya tidak memberikan kue atau makanan selingan pada saat mendekati waktu makan utama, minimal 1 jam sebelum makan utama

 

Daftar Pustaka

Leaflet Makanan Sehat untuk Anak RSK Budi Rahayu Blitar

Permenkes No. 2 Tahun 2020 tentang Standar Antropometri Anak

Rahmadita, K, Permasalahan Stunting dan Pencegahannya, FK Universitas Lampung, Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH Vol 11, No, 1, Juni 2020, pp; 225-229 p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563 DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.253

Yuwanti, dkk. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STUNTING PADA BALITA DI KABUPATEN GROBOGAN P2PTM Kemenkes RI, 1 dari 3 Balita Indonesia Derita Stunting, http://p2ptm.kemkes.go.id/artikel-sehat/1-dari-3-balita-indonesia-derita-stunting diakses tanggal 24 Mei 2022